Saturday 16 April 2016

Mega Marketing




  definisi dasar kebutuhan (needs), keinginan (wants), permintaan (demand), Karena akan fatal akibatnya apabila seorang marketer tidak dapat membedakan atau mengetahui definisi dari kebutuhan (needs), keinginan (wants), permintaan (demand).
Dan berikut ini adalah definisi dari kebutuhan (needs), keinginan (wants), permintaan (demand) menurut Philip Kotler:
1. Kotler (2003: 7) mendefinisikan kebutuhan (needs) dimana manusia merasa kekurangan.
2. Kotler (2003: 7) mendefinisikan keinginan (wants) adalah kebutuhan (needs) yang dibentuk oleh budaya dan keperibadian individu.
3. Kotler (2003: 8) mendefinisikan permintaan (demand) adalah keinginan yang didukung daya beli.
Sebagai tambahan Kartajaya (2004: 38) mengatakan dalam bukunya yang berjudul Rethinking Marketing, ketika pasar sudah keluar dari monopoli karena adanya pesaing yang masuk, maka pelanggan tidak hanya memiliki kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) tetapi mereka sudah mulai membangun harpaan (expectation) dalam benak mereka.

KEPUASAN PELANGGAN (CUSTOMER SATISFACTION)
DAN
NILAI BAGI PELANGGAN (CUSTOMER VALUE)
Konsumen sangat sensitif dan memiliki sebuah harapan akan kinerja dari produk yang dia beli, apakah sesuai dengan harapan (expectation) atau tidak, dan apakah memiliki sebuah added value atau tidak. dalam ilmu pemasaran di kenal istilah kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan nilai bagi pelanggan (customer value) yang menurut Kotler memiliki definisi :
1. Kotler (2003: 10) mendefinisikan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) sebagai tingkatan dimana anggapan kinerja (perceived performed) produk akan sesuai dengan harapan seorang pembeli.
2. Kotler (2003: 9) mendefinisikan nilai bagi pelanggan (customer value) sebagai suatu perbedaan antara nilai yang dinikmati pelanggan karena memiliki serta menggunakan suatu produk dan biaya untuk memiliki produk tersebut.

TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)
Lalu bagaimana jika pelanggan (cutomer) tidak puas????? Apa yang harus dilakukan produsen?????? Salah satu jawabannya adalah Total quality management (TQM) yang menurut Philip Kotler (2003: 11) memiliki pengertian Program-program yang dirancang untuk melakukan perbaikan kualitas produk, jasa, dan proses pemasaran secara terus-menerus.

TQM dilakukan dengan 3 cara :
1. Sistem.
2. Teknik.
3. Sikap.

TQM Harus :
1. Tepat guna.
2. Sesuai tuntutan pelanggan.
3. Memenuhi harapan pelanggan.

Fungsi TQM :
1. Menjadikan Qualitas sebagai strategy usaha.
2. Memberdayakan setiap fungsi dan anggota.
3. Berorientasi pada customer satisfaction.

PASAR (MARKET)
Berikutnya saya akan lebih dalam membahas pengertian pasar (market). Apa itu pasar (market) bagi seorang marketer? Kotler (2003: 13) mendefinisikan pasar (market) sebagai suatu kumpulan pembeli yang aktual dan potensial dari sebuah produk.

KEUNGGULAN BERSAING (COMPETITIVE ADVANTAGE)
Keunggulan bersaing (competitive advantage) menjadi sangat penting dalam sebuah persaingan bisnis. Bisnis akan sukses jika product atau jasa yang di jual memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage) Kotler (2003: 311) mengemukakan bahwa keunggulan bersaing (competitive advantage) adalah keunggulan terhadap pesaing yang diperoleh karena menawarkan kepada konsumen nilai yang lebih besar, baik melalui harga yang lebih murah atau dengan memberikan sejumlah manfaat yang lebih banyak yang dapat dijadikan alasan untuk menetapkan harga yang lebih tinggi.

MANAJEMEN PEMASARAN
Pengertian Manajemen Pemasaran:
Manajemen pemasaran menurut Kotler (2003: 16) adalah Analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran demi mencapai tujuan organisasi.

Paradigma Baru :
Era persaingan global, downsizing, pasar yang sedang tumbuh, meningkatnya compatibility technology communication, serta berbagai tantangan persaingan, mengharuskan perusahaan untuk berinovasi dan kreatif dalam menyusun strategi dan program-program promosi agar menang bersaing. Akumulasi strategi dan program promosi yang tepat akan menghasilkan identitas merek yang lebih baik. Memiliki identitas yang lebih baik harus berorientasi pada pelanggan, bukan berorientasi pada produk, tindakan ini akan mudah sekali ditiru karena sebaik apa pun kulaitas produk yang kita hasilkan, dalam waktu relattif singkat pasti pesaing sudah dapat menirunya (Rangkuti, 2009: 1). Terlebih lagi saat ini setiap kategori produk sudah memiliki standar kualitas minimal yang dipersyaratkan sehingga sekali kita memiliki standar kualitas minimal tersebut, produk kita akan mudah diterima pasar. Saat ini, paradigma pemasaran sudah berubah dari berorientasi pada produk, menjadi berorientasi pada merek. Persaingan bukan lagi perang antarproduk, melainkan sudah beralih pada perang antarmerek. Produk yang memiliki merek yang kuat, akan lebih mudah memenangkan persaiangan (Rangkuti, 2009: 2).

Sudah saatnya kini melakukan pemikiran ulang mengenai konsep brand value untuk meraih market share, peningkatan penjualan dan mendominasi pasar. Pasar secara radikal telah berubah, tidak ada satu pun perusahaan yang secara adem ayem stabil di puncak kekuasaan. Perusahaan yang tidak mampu mengelola dan membangun brand yang dimiliki, bersiaplah untuk menyingkir dari pertempuran atau dipaksa untuk merger atau dijual (Rangkuti, 2009: 3).

Setiap merek yang berhasil pasti didalamnya ada produk yang berkualitas, tetapi tidak semua produk yang berkualitas memiliki merek yang berhasil. Alasannya, produk adalah sesuatu objek yang dibuat perusahaan, sedangkan brand adalah sesuatu objek yang dibeli dan dicari konsumen. Brand merupakan representasi dari kepuasan dan loyalitas serta pengalaman pelanggan. Produk dapat ditiru, namun merek yang asli tidak dapat dipalsu, pelanggan jauh lebih mengerti dibandingkan pemalsu merek (Rangkuti, 2009: 3).

Sekarang tidak zamannya lagi mengiklankan produk secara berlebih-lebihan (Rangkuti, 2009: 3).

DEMARKETING
Pernahkah anda melihat atau mendengar produsen menolak suatu permintaan (demand) dari customer? Jika iya ada kemungkinan produsen tersebut sedang melakukuan demarketing. Demarketing adalah pemasaran guna mengurangi permintaan untuk sementara waktu atau selamanya (Kotler, 2003:16).
Tujuan demarketing bukan untuk menghancurkan permintaan, melainkan hanya untuk mengurangi atau mengalihkannya.

PEMASARAN RELASIONAL (RELATIONSHIP MARKETING)
Para marketer perlu membina hubungan relasional jangka panjang dengan para pelanggan, didtributor, dealer, dan pemasok yang bernilai tinggi, tujuannya agar tercipta loyalitas. Kotler (2003: 13) mendefinisikan pemasaran relasional (relationship marketing) sebagai proses penciptaan, pemiliharaan, dan peguatan hubungan yang kuat dan penuh nilai dengan pelanggan dan pemercaya lainnya.

ANALISIS TOWS vs SWOT
Apakah anda pernah mendengar analisis SWOT? (Strenghts-Weaknesses-Opportunities-Threats) jika ya, maka saya akan mengajak anda membandingkan analisis SWOT (Strenghts-Weaknesses-Opportunities-Threats) dengan analisis TOWS (Threats-Opportunities-Weaknesses-Strenghts).
Sekilas, analisis TOWS adalah serupa dengan analisis SWOT yang sangat terkenal itu (Memang TOWS kebalikan dari SWOT). Kendati ada perbedaan yang tampaknya dapat dia abaikan kedua kata itu, namun yang pertama (TOWS) memberikan hasil yang jauh lebih akurat daripada yang kedua (SWOT), karena TOWS memaksa para eksekutif bisnis untuk mengamati perubahan dari perspektif ‘outside- in’ (dari luar ke dalam), bukannya ‘inside-out’ (dari dalam ke luar).
Pada saat melakukan analisis SWOT, perusahaan bisa saja terjebak dengan terlalu banyak memberikan tekanan pada faktor-faktor internal serta membatasi identifikasi threats (ancaman) dan opportunities (peluang) hanya pada sesuai dengan kapabilitas perusahaan. Ini bukan berarti bahwa perusahaan tidak perlu menyesuaikan linkungan eksternal dengan kondisi internalnya; justru hal inilah yang terpenting yang harus dilakukan perusahaan. Dengan mengkaji segala kemungkinan ancaman dan peluang sebelum menelaah kelemahan dan kekuatan perusahaan, maka kita cenderung akan lebih mampu merumuskan dan menjalankan langkah-langkah strategis perusahaan yang sering kali dijalankan secara radikal. Perspektif ‘outside-in’ sesuai dengan market-oriented approach daripada product-oriented approach, sebagaimana yang terumus dalam filosofi marketing (Kartajaya, 2004:29).
Menurut Rangkuti (2009: 66) untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dapat digunakan metode bobot dan rating, yaitu membandingkan dengan pesaing utama, yang meliputi indicator:
1. Kualitas Produk
2. Harga
3. Saluran distribusi
4. Program-program promosi yang dilakukan
5. Persentase jumlah pelanggan yang telah mencoba
6. Persentase jumlah pelanggan yang membeli kembali
7. Jumlah pelanggan yang tidak membeli kembali

Kemudian Rangkuti (2009: 67) mengatakan peluang dan ancaman adalah semua factor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Indikator ini meliputi:
1. Perubahan selera konsumen
2. Daya beli
3. Perilaku pelanggan
4. Peraturan pemerintah
5. Kondisi persaingan
6. Banyaknya pemain baru yang muncul
7. Kekuatan pesaing

STRATEGI DAN TAKTIK
• Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan (Rangkuti, 2009: 68).
• Taktik adalah tindakan yang bersifat taktis sesuai dengan kondisi lapangan dalam menunjang strategi yang sudah diterapkan (Rangkuti, 2009: 68).
Startegi dan taktik diibaratkan seperti war and battle, keduanya memiliki perbedaan seperti yang dijelaskan diatas. Strategi itu lebih luas (war), sedangkan taktik lebih micro (battle / kaus per kasus).

VOLUME PENJUALAN
Penjulan merupakan tujuan utama dilakukan kegiatan perusahaan. Perusahaan dalam menghasilkan barang/jasa mempunyai tujuan akhir, yaitu untuk menjual barang/jasa tersebut kepada masyarakat. Oleh karena itu, penjualan memegang peranan penting bagi perusahaan agar produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat terjual dan memberikan penghasilan bagi perusahaan. Penjualan yang dilakukan perusahaan bertujuan untuk menjual barang/jasa yang diperlukan sebagai sumber pendapatan untuk menutup semua ongkos untuk memperoleh laba (Rangkuti, 2009: 57).
Penjualan adalah pemindahan hak milik atas barang atau pemberian jasa yang dilakukan penjulanan kepada pembeli dengan harga yang disepakati bersama dengan jumlah yang dibebankan kepada pelanggan dalam penjualan barang/jasa dalam suatu periode akuntansi (Rangkuti, 2009: 57).
Penjualan merupakan pengalihan hak milik atas barang dengan imbalan uang sebagai gantinya dengan persetujuan untuk menyerahkan barang kepada pihak lain dengan menerima pembayaran. Keberhasilan usaha penjualan dapat dilihat dari volume penjualan yang didapat. Dengan kata lain, apakah usaha itu berhasil atau tidak, sangat tergantung kepada keberhasilan penjualan itu (Rangkuti, 2009: 57).
Volume penjualan adalah pencapaian yang dinyatakan secara kuatitatif dari segi fisik atau volume tau unit suatu produk. Volume penjualan merupakan sesuatu yang dapat dinyatakan dalam bentuk unit, kilo, ton atau liter (Rangkuti, 2009: 57).
Volume penjualan merupakan jumlah total yang dihasilkan dari kegiatan penjualan barang. Semakin besar jumlah penjualan yang dihasilkan perusahaan, maka semakin besar kemungkinan laba yang dihasilkan perusahaan. Oleh karena itu, volume penjualan merupakan salah satu hal yang harus dievaluasi untuk memungkinkan perusahaan agar tidaj rugi. Jadi, voleme penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan utama perusahaan dan bukannya untuk kepentingan volume itu sendiri (Rangkuti, 2009: 58).
Keterangan tersebut dipertegas oleh Swastha (1991), yang menyatakan bahwa hasil kerja dalam penjualan masih diukur terutama dari volume penjualan merupakan hasil total yang didapat perusahaan dari kegiatan penjualan barang dagangan (Rangkuti, 2009: 58).
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa volume penjualan merupakan jumlah penjualan yang berhasil dilakukan perusahaan. Pengukuran volume penjualan biasannya ditujukan dalam bentuk angka-angka atas produk yang sudah terjual kepada pembeli. Kenaikan jumlah penjualan berarti kenaikan berarti kenaikan dari jumlah penjualan berarti kenaikan dari segi pendapatan perusahaan. Dengan demikian, fokus kegiatan perusahaan adalah usaha meningkatkan cara-cara penjualan dan kegiatan promosi yang intensif agar dapat meningkatkan volume penjualan demi kelangsungan hidup perusahaan untuk tumbuh dan berkembang (Rangkuti, 2009: 58).

9 Elemen Pemasaran :
STP : Segmentasi, Targeting, Positioning.
1. Segmentasi.
2. Targeting.
3. Positioning.
4. Diferensiasi.
5. Marketing Mix :
a) Product.
b) Place.
c) Price.
d) Promotion.
6. Selling.
7. Brand.
8. Service.
9. Process.

Landasan teori segmentasi pasar :
Membagi sebuah pasar ke dalam kelompok-kelompok pembeli yang khas berdasarkan kebutuhan, karakterristik, atau perilaku yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah (Kotler, 2003: 282).

MENSEGMENTASI PASAR KONSUMEN
• Segmentasi Geografis, membagi pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda-beda seperti negara, wilayah negara bagian, kabupaten, kota atau pemukiman.
• Segmentasi Demografis, Upaya membagi pasar menjadi sejumlah kelompok berdasarkan variable-variabel seperti usia, gender, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaann, pendidikan, agama, ras dan kebangsaan.
• Segmentasi Psikografis, Upaya membagi pembeli menjadi kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan kelas social, gaya hidup atau karakteristik kepribadian.
• Segmentasi Perilaku, Upaya membagi suatu pasar kesejumlah kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, pengunaan atau tanggapan konsumen terhadap suatu produk.

TARGETING

Landasan teori targeting :
• Proses mengevaluasi daya tarik tiap-tiap segmen dan memilih satu atau lebih atau lebih segmen yang akan dimasuki (Kotler, 2003: 282).

Landasan teori pasar sasaran (Target market) :
Pasar sasaran adalah seperangkat pembeli yang memiliki kebutuhan dan karakteristik yang sama, yang diputuskan untuk dilayani oleh perusahaan (Kotler, 2003:305).
Perusahaan dapat mengadopsi satu dari tiga strategy peliputan pasar :
• Pemasaran Tanpa diferensiasi
Strategy peliputan pasar dimana perusahaan mungkin memutuskan untuk mengabaikan perbedaan-perbedaan yang ada pada setiap segmen pasar, dan masuk ke pasar secara keseluruhan dengan satu tawaran (Kotler, 2003:305).
• Pemasaran yang Terdiferensiasi
Strategi peliputan pasar dimana sebuah perusahaan memutuskan untuk membidik beberapa segmen pasar atau relung pasar dan mendesain tawaran yang terpisah bagi masing-masing segmen (Kotler, 2003:306).
• Pemasaran Terkonsentrasi
Strategy peliputan pasar dimana sebuah perusahaan memilih untuk meraih pangsa pasar yang besar pada satu atau beberapa subpasar (Kotler, 2003:307).
Landasan teori Positioning :
• Mengatur produk supaya dapat menempati posisi dalam benak konsumen yang jelas, khas, dan yang diinginkan secara relative terhadap produk pesaing (Kotler, 2003: 282).


MARKETING MIX
1. Product.
2. Place.
3. Price.
4. Promotion.
Jika yang dijual adalah jasa 4P+3P :
1. People.
2. Physical evidance (bukti fisik).
3. Prosess.

PRODUK DAN JASA
Apakah anda mengetahui perbedaan antara produk dan jasa? Pengetahuan akan produk dan jasa sangat lah penting, mengingat terdapat perbedaan secara dasar antara product dan jasa. Berikut ini adalah definisi dari produk dan jasa menurut Kotler (2003: 8) :
1. Produk adalah segala sesuatu yang bisa di tawarkan ke pasar untuk di perhatikan, di miliki, di gunakan, atau di konsumsi yang bisa memuaskan kebutuhan atau keinginan. Mencakup objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide.
2. Jasa adalah segala aktivitas atau manfaat yang ditawarkan untuk di jual oleh suatu pihak yang secara esensial tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan atau atas apapun.

HARGA (PRICE)
Harga (pricing) merupakan salah satu bagian dari marketing mix, strategy harga di bagi menjadi 2 yaitu Penetapan harga mengambil sebagian pasar (market skiming pricing) dan penetapan harga penetrasi pasar (market-penetration).
1. Penetapan harga mengambil sebagian pasar (market skiming pricing) :
Menetapkan harga tinggi atas produk baru guna mengambil pendapatan maksimum lapisan demi lapisan segmen yang mampu membayar harga tinggi tersebut; perusahaan mendapatkan lebih sedikit penjualan tetapi lebih besar labanya (Kotler, 2003:467).
2. Penetapan harga penetrasi pasar (market-penetration) :
Menetapkan harga rendah untuk produk baru agar dapat menarik banyak sekali pembeli dan memperoleh pangsa pasar yang besar (Kotler, 2003:468).
Tau kah anda tentang penetapan harga psikologis (psycological pricing)? Mungkin secara sadar atau tidak anda pernah melihat harga psikologis (psycological prcing). Menurut Kotler (2003:475) pengertian harga psikologis (psycological pricing) adalah sebuah pendekatan penetapan harga yang mempertimbangkan psikologis harga dan tidak semata-mata harga ekonomi; harga di gunakan untuk mengatakan sesuatu tentang produk. Bagi seorang marketer pengetahuan tentang harga psikologis (psycological prcing) sangatlah penting, mengapa? Konsumen tidak dapat menilai kualitas karena mereka kurang memiliki informasi atau keterampilan, harga menjadi sinyal yang penting atas kualitas (Kotler, 2003:475).

TAK PERLU SELALU MENURUNKAN HARGA
Patut disadari bahwa promo di dalam marketing itu ada banyak ragam dan siasatnya. Untuk itu, pemasar diharapkan tidak rejerembab kedalam persaingan yang berdarah-darah akibat perang harga. Biasanya, perang harga akan di iringi dengan pemberian diskon yang jorjoran dan sulit untuk kembali ke tarif semula.
Hanya pemasar yang andal yang bisa menghindar dari perang diskon, perang tarif, atau perang harga. Sebab, masih banyak segmen pasar yang tidak sensitif terhadap harga. Hermawan Kartajaya, Founder & CEO Markplus Inc, mengungkapkan, pemasar yang kreatif mampu menaikan functional benefit dan emotional benefit dari produk dan jasa mereka sehingga value yang diterima pelanggan menjadi bernilai tanpa harus menurunkan harga.
Hermawan Kartajaya mencontohkan, KFC, ritel makanan cepat saji asal Amerika, sukses menjual produknya tanpa menurunkan harga. KFC memasarkan produknya lewat inovasi dan kreatifitasnya, dengan mengeluarkan konsep Life Cafe dan melahirkan KFC music Hit List dengan band-band indie. Kedua konsep tersebut menganut prinsip low budget high impact. Artinya, dengan dana promosi yang minimal, KFC berhasil dampak yang besar dalam bentuk penjualan.

PROMOSI (PROMOTION)
Promosi di bagi menjadi 2 tipe yaitu :
1. Above the line (ATL) : Promosi melalui media (iklan).
2. Below The line (BTL) : Promosi langsung kepada konsumen.
Promosi haruslah menghasilakn atau meningkatkan penjualan yang diinginkan atau di harapkan, promosi tidak hanya menaikan citra dari sebuah produk.

DISTRIBUSI
Menurut Kotler (2003:508) saluran distribusi merupakan sekumpulan organisasi yang saling bergatung terlibat dalam proses membuat produk atau jasa yang siap digunakan atau di konsumsi oleh konsumen atau penngguna bisnis.

BRAND
Brand Positioning
Kegiatan utama dalam mengelola suatu merek adalah dengan membuat brand positioning. Positioning yang jelas dapat menunjukan kepada kita, kepada siapa target market merek di tujukan, apa yang ingin kita komunakaiskan kepada target market tersebut dan media apa yang akan kita pakai sebagai alat untuk menyampaikan komunikasi kita tersebut, sehingga kita dapat berhubungan secara langsung dengan target market (Rangkuti, 2009: 63).
Positioning mengadung makna atau arti yang spesifik yang dikandung dalam suatu merek. Merek yang memiliki positioning yang jelas, akan disimpan dalam benak konsumen sebagai merek yang memiliki perbedaan dibandingkan dengan merek lain dalam kategori produk sama. Pada umumnya, positioning dinyatakan dalam bentuk pernyataan pendek bahkan dalam satu kata yang mencerminkan merek tersebut. Pernyataan ini dapat menjelaskan kepada konsumen, mengapa merek kita berbeda dari merek pesaing sehingga merek kita dapa memberikan jaminan atau janji bahwa dengan membeli merek ini, konsumen dapat teratasi masalahnya (Rangkuti, 2009: 63).
Menurut Rangkuti (2009: 63), pernyataan positioning yang baik minimum dapat menjelaskan:
1. Keunggulan bersaing merek tersebut.
2. Mampu memotivasi konsumen untuk segera melakukan tindakan pembelian.
Kita dapat mem-positioningkan suatu merek berdasarkan atribut produk atau berdasarkan fungsional, simbolik atau keuntungan (Rangkuti, 2009: 64).
Brand Extension
Brand Extension dapat dilakukan secara horizontal maupun vertical. Perluasan merek secar horizontal contohnya dilakukan oleh Dunhil dengan berbagai produk seperti tas, dompet, dan sigaret. Sedangkan, perluasan secara vertical, contohnya dilakukan oleh produk lini uyang berbeda (line extension).
Menurut Rangkuti (2009: 74), perluasan merek terjadi apabila:
1. Merek individual dikembangkan untuk menciptakan suatu merek kelompok.
2. Produk yang memiliki hubungan ditambahkan pada suatu merek kelompok yang ada.
3. Suatu merek individu atau kelompok, dikembangkan ke produk-produk yang tidak memiliki hubungan.
Perluasan merek ke dalam kategori produk yang sama, memiliki keuntungan dari meminimalkan biaya pengembangan produk dan memperkecil resiko. Sedangkan, perluasan merek ke dalam kategori produk yang berbeda ditujukan untuk menangkap peluang pasar dengan risiko meningkatnya risiko apabila produk tersebut gagal di pasaran.
Menurut Aeker (dalam Rangkuti, 2009: 74) strategi perluasan merek membutuhkan tiga tahap, yaitu:
1. Mengidentifikasi asosiasi-asosiasi merek.
2. Mengidentifikasi produk-produk yang berkaiyan dengan asosiasi-asosiasi tersebut.
3. Memiliki calon yang terbaik dari daftar produk tersebut untuk dilakukan uji konsep dan pengembangan produk baru.

Citra merek (brand image)
Menurut Rangkuti (2009: 90) Citra merek (brand image) adalah persepsi merek yang dihubungkan dengan asosiasi merek yang melekat dalam ingatan konsumen. Asosiasi merek merupakan informasi terhadap merek yang diberikan oleh konsumen yang ada dalam ingatan mereka dan mengandung arti merek itu (Keller, journal of marketing, September 1993). Konsumen selalu mengidentifikasikan bahwa citra yang mereka miliki cocok dengan citra yang mereka inginkan. Menurut Zikmud (dalam Rangkuti, 2009: 90), konsumen cenderung mengidentifikasi sendiri sesuai dengan nilai simbolis dari keinginan mereka sendiri. Nilai simbolis yang berhubungan dengan mereka disebut dengan brand image.

SUPLEMEN MEGA MARKETING
KONSEP EXPERIENTAL MARKETING
Memasarkan dengan Sentuhan Emosional
Konsep Eksperiental Marketing mencoba mengeleminasi keunggulan fitur dan benefit. Sebab, kosumen tidak lagi membeli produk, melainkan sebuah pengalaman yang tercipta.
Benar jika seorang marketer masih terpaku pada teori lama yang sekedar bicara soal benefit dan benefit bagi konsumen, maka akan celaka. Sebuah merek akan “tergilas” apabila marketernya sibuk mengurusi kualitas dan banyaknya keuntungan yang didapat konsumen.
Semua merek melakukan itu. Sehingga, kompetisi dengan strategy dan taktik yang sama akan menghasilkan persaingan yang ketat. Jika sudah seperti itu, peperangan akan menghasilkan pemasaran “berdarah-darah” (red ocean). Sehingga, di butuhkan cara lain agar tidak kehabisan darah dan kalah di dalam persaingan.
Tentu saja ada beraneka cara untuk tampil beda (marketing diferentiation). Salah satunya adalah dengan lebih memperhatikan konsumen atau lebih bisa menyentuh emosi (emotional touch) pelanggan. Tidak cukup dengan sesuatu yang excellent, lebih dari itu, harus fantastik dan sensasional.
Ingat, pasar tidak berhenti sampai disitu. Konsumen sudah tak cukup puas diiming-imingi soal keunggulan, karena pesaing pun melakukan hal yang serupa. Menciptakan pengalaman unik dan berkesan dalam memori konsumen adalah solusinya. Solusi itu lantas disebut sebagai experiental marketing.
Menurut penggagas experiental marketing, Bernd H schmitt, kini konsumen tidak lagi hanya membeli produk, melainkan sebuah pengalaman yang tercipta dari mengkonsumsi produk tersebut. Konsumen bukan lagi sosok yang rasional, tapi sosok emosional yang peka dan punya fantasi.
Pemikiran Bernd ini sudah mengalir sejak tahun 1999. Dan, pemikiran itu terus tumbuh dab berkembang berkat pengaplikasiaan oleh para marketer yang kreatif. Hasilnya metode ini bisa dijadikan alat untuk mendekati, mendapatkan, dan mempertahankan konsumen hingga menjadi pelanggan loyal (loyal customer).
Bahkan, dalam pandangan staf pengajar Columbia University ini, dampak bola salju experiental marketing lebih luas dari emosi. Schimitt berpendapat, untuk menjalankan konsep experiental marketing dengan baik, diharapkan marketer menggenjot beberapa unsur, yaitu:
1. Sense.
2. Feel.
3. Think.
4. Act.
5. Relate.

Dan berikut ini adalah penjelasnya :
SENSE
Kalau bicara mengenai sense, maka kita akan membahas sesuatu yang bersifat kognitif. Ini tahap pertama. Jika ada sense, jelas ada experience. Ini soal style atau tema. Pengamat pemasaran dari Frontier Consulting Group, Handi Irwan D, mencontohkan, ketika masuk ke bank, style eksterior dan interiornya akan menghasilkan impresi. Impresi merupakan suatu pengalaman pertama. Kadang kala para marketer salah menyangka bahwa experiental marketing itu soal service yang ber-experience. Padahal tidak, konsumen memandang sesuatu yang menarik pun sudah bisa di sebut experiental marketing.
FEEL
Ini kaitannya dengan attitude. Misalnya konsumen berkata “wah kok bangku nya enak ya? Suasananya juga enak banget”. Ketika konsumen merasakan demikian maka dia akan lebih aware, lebih puas dan mau datang lagi. DIJAMIN!!!!!!!!!!!!!!!!!
THINK & RELATE
Apabila customer sudah berpikir, apalagi sampai berfikir secara kreatif dan optimal, otomatis ia mempunyai kemampuan untuk ber-experience.
Misalnya teh botol. Saat konsumen melihat logonya, sense akan berfikir produksinya dimana? Berfikir untuk meminumnya (act), lalu berfikir jika meminum prodik tersebut masuk ke society mana (relate)? Jadi, sudah mendapatkan semuannya.
Contoh lain :
Strabucks coffe jelas-jelas mampu mewakili dengan jelas konsep experiental marketing. Starbucks mampu mengahdirkan pengalaman yang berbeda dari yang sebelumnya. Pelanggan minum kopi di gerai itu tidak hanya untuk menghilangkan rasa haus, namun sekaligus menunjukan kenikmatan dan jati diri.
Yang pasti starbucks berhasil menyajikan kopi yang menabjubkan dan menghasilkan aroma kegairahan lingkungan (exciting environment). Tidak hanya itu strabucks juga mampu menghadirkan pengalaman yang unik, melibatkan aspek sensaional dan rasional bagi costomer. Sementara itu sederet perusahaan memamerkan experiental marketing dengan konsep open kitchen di gerainya seperti BreadTalk, BreadStory, dan J.CO. di industri penerbangan, ada Singapore Airlanes yang menyajikan pelayanan prima.
Segala unsur experiental marketing bisa berarti apabila apabila konsumen menerima atau mendapatkan pengalaman yang berkesan. Pengalaman itu bisa diwujudkan melalui experience provider, seperti komunikasi (above the line & below the line), produk (isi, kemasan), identitas produk, co-branding, website, lingkungan, dan sales force.
Namun demikian, dalam eksperiental marketing, kesan yang yang harus di timbulkan harus selalu positif. Contoh Nike, mengusung slogan” Just Do It”. Dengan begitu konsumen akan terpanggil untuk melakukan sesuatu. Ini yang sering misconception.
Langkah-langkah dalam exsperiental marketing atau biasa disebut customer experiental marketing :
Costomer experiental strategy adalah proses menciptakan suatu pengalaman pelanggan yang lebih optimal dalam lima tahap. Pertama, mencari pengalaman apa yang di butuhkan costomer. Untuk mendapatkan kehendak pelanggan, marketer bisa melakukan survei, bisa pula dengan mengadakan focus group discusion. Misalnya, apakah mereka (target market) pada saat minum memakai sedotan, dalam kondisi dingin, dan lain sebagainya. Harus di car sampai sedetil mungkin.
Kedua, mencari positioning strategy dengan menemukan janji dan eksperiental value promise-nya. Kemudian, baru menetapkan bentuknya. Umpamanya, akan memberikan kesegaran bagi pelangan yang sedang bertamasya. Ketiga, brand experience. Ini meliputi logo, slogan, dan event yang menghasilkan pengalaman. Elemennya bersifat statis.
Sisi satunya menyangkut customer interface. Ini terdiri dari service, call dinamis. Karenannya, untuk menghasilkan pengalaman marketer harus menggunakan brand experince dan customer interface. Brand experience biasanya dilakukan pada consumer product, sementara customer interface pada perusahaan jasa.
Maka dari itu, experiental marketing tidak hanya service, bisa pula untuk cunsumer product. Tetapi, semuanya harus memenuhi unsur rasional dan emsosinal. “ Ini yang tidak di pahami banyak marketer,”tandas tandi. Sementara tahap terakhir, untuk merangkum semua itu., harus dilakukan secara terus menurus. Jadi, customer experiental strategy adalah tahapan strategy adalah tahapan strategy untuk melaksanakan experiental marketing.
http://faisalmarketer.blogspot.com MARKETING10/VIII/OKTOBER2008

KONSEP IMC (INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION)
Menurut Duncan (2005), Principles of Advertasing and IMC, komunikasi pemasaran terpadu adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pesan suatu merek untuk dapat menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Jadi IMC merupakan suatu sinergi, kreativitas, integrasi, dan komunikasi pemasaran secara terpadu dengan cara memanfaatkan beragam elemen komunikasi yang berbeda-beda agar tercipta koherensi yang paling mendukung.
Kita dapat mengklaim memiliki komunikasi terpadu (integrated) secara penuh apabila kita sudah mengindentifikasikan satu per satu pesan inti yang mengarah pada satu ide kreatif besar dan dapat pula diimplementasikan pada segala bidang yang kita tekuni. Atau, kita boleh mengatakan mampu mempertahankan komunikasi terpadu dari waktu ke waktu apabila dalam perkembangannya, komunikasi kita dianggap benar sesuai keadaan dan karakteristik merek yang ada (Rangkuti, 2009: 30).
Integrated Marketing Communication merupakan alat untuk meningkatkan ekuitas merek karena dapat mempengaruhi perilaku yang diinginkan dari target market. Dengan mengelola ekuitas merek, perusahaan dapat meningkatkan loaylitas merek, meningkatkan market share, serta dapat bersaing dengan produk lain sejenis (Rangkuti, 2009: 59).
Tujuan komunikasi pemasaran secara terintegrasi atau Integrated Marketing Communication (IMC) adalah meningkatkan ekuitas merek . Produk yang memiliki ekuitas merek yang relative tinggi dibandingkan dengan produk-produk lain sejenis akan mudah mengajak konsumen untuk mencoba produk yang ditawarkan (Rangkuti, 2009: 59).

Menurut Rangkuti (2009: 64) proses membuat perencanaan IMC secara detail adalah melalui enam tahap:
1. Identifikasi Target Audiences
2. Analisis SWOT
3. Menentukan Tujuan Komunikasi pemasaran
4. Menentukan Strategi dan Taktik
5. Menyusun Budget
6. Malakukan Evaluasi Efektivitas

KONSEP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) :
Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelannjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup (The World Bussiness Coucil for suistanable Development).
Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi tuntutan tak terelakan seiring dengan bermunculannya tuntutan komunitas terhadap korporat. Korporat sadar bahwa keberhasilannya dalam mencapai tujuan bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal melainkan juga oleh komunitas yang berada di sekelilingnya. Ini artinya, telah terjadi pergeseran hubungan antara korporat dan komunitas. Korporat yang semula memposisikan diri sebagai pemberi donasi melalui kegiatan charity dan phylanthrohy, kini memposisikan komunitas sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan ekstensi korporat (Rahman, 2009: 5).
Dalam praktiknya di Indonesia belum banyak perusahaan yang menerapkan CSR. Berdasarkan survei Kompas pada 2007, menyatakan bahwa 70% perusahaan di Indonesia belum melaksanakan CSR. Masih banyak yang menganggap CSR adalah beban dalam operasi produksi.
Rahman (2009) mengemukakan CSR adalah ‘investasi’ jangka panjang untuk mencegah krisis melalui peningkatan reputasi dan image korporat. Meski demikian, CSR bukanlah program yang dilakukan secara periodik, mengikuti tren, ataupun tanpa rencana. Hakikat CSR adalah menciptakan long term relationship dengan komunitas demi kehidupan yang lebih baik bagi semua. Oleh karena itu, perencanaan dan pengomunikasian program CSR harus dilakukan secara sistematis.

WELCOME TO THE NEW WAVE ERA
Yuswohady (2008) mengatakan bahwa makin banyak korban berjatuhan akibat “horizontalization”. Saat ini kita telah memasuki dunia yang sama sekali baru. “ A whole New world”. “New world with new rules of the game” and “new world with the new formula of success”.
Sumber malapetaka dating dari konnsumen. Karena saat ini konsumen telah berubah. Konsumen telah berubah menjadi mutan yang sama sekali berbeda dengan yang sebelumnya. Perubahan itu di sebabkan oleh kelahiran web technologies seperti blog, vblog, tags, chat, wikis, RSS, dig, coComent, internet messenger (IM), podcast, social networking telah merubah DNA konsumen.
Tools tersebut telah membebaskan konsumen untuk berkomunikasi, berinteraksi, berbagi, dan berkomunitas. Akibatnya secara natural konsumen pun bermetamorfose menjadi mahluk yang semakin mengelompok, berinteraksi intens satu sama lain dan membentuk crowd.


DAFTAR PUSTAKA

Kotler, Philip. 2003. Dasar-dasar Pemasaran. Jilid 1. Indonesia: PT INDEKS Kelompok GRAMEDIA.
Kartajaya, Hermawan. 2004. Rethinking Marketing. Jakarta: PT INDEKS Kelompok GRAMEDIA.
Rangkuti, Freedy. 2009. Strategi Pomosi yang Kreatif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rahman, Reza. 2009. “Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan”. Yogyakarta: MedPress.
Yuswohady. 2008. crowd. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


No comments:

Post a Comment